Selasa, 19 Mei 2009

Dinamika Komunikasi dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia

Indonesia selama tiga dekade terakhir mencatat berbagai kemajuan dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) dengan adanya indikasi membaiknya berbagai indikator SDM sejak 1960 hingga 1999. Namun, berbagai indikator SDM Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya.
Berbagai perbaikan indikator SDM dari 1960 hingga 1999, antara lain ditunjukkan dengan usia harapan hidup rata-rata meningkat dari 41,0 tahun menjadi 66,2 tahun.
Selain itu, juga angka kematian bayi turun dari 159 menjadi 48 per 1.000 kelahiran hidup, serta angka buta huruf dewasa turun, menurun dari 61% menjadi 12%.Hal ini terlihat antara lain dari rendahnya peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) yang mencakup angka harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pengeluaran per kapita.
SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu:Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.
Indonesia berpotensi menjadi salah satu kekuatan utama dunia. Pada tahun 2000 dengan jumlah penduduk 203,5 juta, Indonesia merupakan nomor empat terbesar di dunia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat.
Letaknya cukup strategis karena terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Di atas Indonesia ada ruang angkasa yang juga strategis sifatnya untuk penempatan satelit bagi komunikasi modern. Sumber daya alamnya melimpah; lautnya penuh ikan. Perut buminya diisi dengan minyak, emas, dan bahan bahan mineral lainnya. Tanah pertaniannya luas dan sebagian merupakan tanah tersubur di dunia. Hutannya merupakan paru paru dunia yang amat penting.
Penduduknya sebagian besar beragama Islam yang potensial memiliki api dan semangat kemajuan yang menggelora dan yang merupakan suatu agama yang menjadi pendukung puncak civilisasi umat manusia selama ratusan tahun lamanya di masa silam. Singkatnya Indonesia berpotensi menjadi suatu kekuatan utama dunia. Tetapi dengan sangat sedih dapat dikemukakan bahwa Indonesia pada saat ini jauh dari posisi yang seharusnya ditempati sesuai dengan jumlah penduduknya yang besar.

Kontribusi Komunikasi
Di Indonesia, komunikasi mengalami pasang surut. Perubahan fungsi komunikasi lebih terekspos semenjak masa Orde Baru hingga reformasi tahun 1998. Di masa Orde Baru, media-massa sebagai salah satu sarana komunikasi banyak mendapat dikte dari penguasa untuk mengendalikan konflik sosial yang kerap terjadi melalui berita-berita. Pers lebih banyak mengungkapkan realitas psikologis atau pendapat daripada fakta di lapangan. Fakta-fakta tersebut banyak disembunyikan agar pers tidak mendapat teguran dari penguas. Jadi tidak salah bila orang-orang menganggap pers saat itu hanya merupakan alat pengusa. Fungsi-fungsi komunikasi yang seharusnya tidak dapat berjalan. Sekali media melakukan sebuah tindakan yang tak sesuai kehendak pemerintah terpaksa dibredel, seperti yang dialami harian TEMPO kala itu.
Memasuki masa transisi demokrasi atau lebih tepatnya reformasi, keterbukaan menyampaikan pendapat mendapat dukungan dari semua pihak. Pers seakan bebas dari ikatan yang selama bertahun-tahun membelenggu mereka. Pers memenfaatkan fungsi kontrol mereka untuk menyerang balik pemerintah, membuka semua kebobrokan pemerintah yang lalu. Hal tersebut membawa dampak positif, namun juga tidak dapat dihindarkan dari dampak negatifnya. Memang reformasi membuka kesempatan pers sebagai kontrol pemerintah, Namun kecenderungan negatif muncul ketika pers berpihak kepada kelompok tertntu, memanaskan situasi yang terjadi, menonjolkan unsur kekerasan di beberapa pemberitaan di media massa. Sehingga terkadang menimbulkan konflik yang lebih serius.
Perkembangan komunikasi di Indonesia mendorong semakin banyak kebutuhan akan informasi. Dulu, stasiun TV di Indonesia hanya dapat dihitung dengan lima jari, sekarang menjamur bermacam stasiun TV swasta baik nasional maupun lokal di daerah-daerah. Fungsinyapun kini meluas dengan adanya penyiaran yang bervariasi. Masyarakat lebih terbuka terhadap pemerintah dengan adanya dialog-dialog interaktif. Lalu bagaimana fungsi komunikasi terhadap pembangunan? Fungsi komunikasi dengan komunikatornya memberi kontribusi terhadap pembangunan nasional karena secara umum mengubah sikap dan perilaku manusia Indonesia sebagai peran pembangunan.
Fungsi pers pada dasarnya adalah: to inform, to educate, to entertain, dan to influence. Keempat fungsi tersebut sejalan dengan fungsi-fungsi komunikasi. Komunikasi sendiri memiliki fungsi yang berbeda sesuai konteks komunikasi, yaitu: Komunikasi sosial, digunakan untuk pernyataan konsep, eksistensi diri, dan memperoleh rasa kebahagiaan. Komunikasi ekspresif, digunakan untuk menyalurkan emosi dan pendapat. Komunikasi ritual, biasanya digunakan secara kolektif seperti ritual keagamaan. Sedangkan komunikasi instrumental, memiliki tujuan-tujuan tertentu mengacu pada fungsi-fungsi pers di atas. Fungsi utama komunikasi sebenarnya adalah untuk ‘membujuk’. Sebagaimana yang dikatakan Carl I Hovland dalam bukunya Personality and Persuabilities menyebutkan bahwa efek persuasi bersumber kepada perubahan sikap, pendapat, persepsi, serta efek itu sendiri. Namun mudah atau tidaknya seseorang terpengaruh tergantung pula kepada apa yang ada dalam individu itu sendiri.
Euforia kebebasan pers di Indonesia berlangsung begitu cepat. Semua orang menginginkan hukum ditegakkan dan mengubah seluruh sendi-sendi kemasyarakatan yang dilanggar ketika Orde Baru berkuasa. Hanya berselang beberapa tahun saja, semangat itu meluntur tanpa menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Apakah ini sebuah tanda bahwa rakyat telah bosan dan lelah terus memperjuangkan tujuan negara yang sering mereka gelorakan di masa reformasi?
Pers yang dulu pernah bercita-cita mengubah bangsa dengan kode etiknya ternyata malah mengeksploitasi kebebassan pers sebagai senjata. Dalam Kode Etik Wartawan Indonesia tertulis:
“ Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas kejahatan susila”
pada butir lain juga disebutkan:
“ Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi”
Namun bila melihat kenyataan saat ini, begitu banyak penyimpangan yang dilakukan oknum pers. Mulai dari penyebaran berita yang belum pasti kebenarannya (sering disebut gossip) hingga perluasan pengaruh melalui media massa. Pada akhirnya sulit untuk menyatakan suatu berita benar-benar fakta yang bersifat objektif atau hanya berdasarkan subyektivitas dan kepoentingan penulis berita. Wriston (1996:1)
“ Revolusi informasi sedang mengubah bentuk dan arah peristiwa-peristiwa nasional dan internasional secara mendasar.”
Revolusi informasi adalah ancaman bagi struktur kekuasaan dunia. Artinya siapa yang menguasai informasi bukan tidak mungkin ia akan menguasai dunia dengan pengaruh yang dapat ditimbulkannya melalui proses komunikasi. Bila kita tidak mengikuti arah perubahan maka kita akan semakin tenggelam hingga tak mampu lagi menahan pengaruh dari dunia luar.
Fungsi komunikasi akan terus berkembang selama ilmu komunikasi itu ada. Dan komunikasi akan terus ada selama manusia masih ada seperti hubungan yang telah disebutkan di awal penulisan. Apalagi sekarang perubahan terjadi begitu cepat dan lagi-lagi karena dampak globalisasi. Agar tidak terpengaruh aspek negatif globalisasi, apa yang dapat kita lakukan?
Kembali memahami fungsi komunikasi merupakan salah satu solusi yang tepat. Karena dengan kita memahami apa fungsi komunikasi, kita dapat menentukan langkah-langkah apa yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan diri menghadapi setiap tantangan dalam proses bernegara, mengetahui dampak negatif, dan menghindarkannya dari tujuan berkomunikasi. Dengan memahami fungsi komunikasi, kita juga dapat mengembalikan peran komunikasi sebenarnya, sehingga segala sesuatu yang menghambat proses komunikasi dapat dihilangkan.
Jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh KFC, Hoka Hoka Bento, Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana.Akibatnya selera masyarakat dunia --baik yang berdomisili di kota maupun di desa-- menuju pada selera global.




Penulis adalah Mahasiswa Jurnalistik B
Smester IV
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Yang aktif di berbagai organisasi Kemahasiswaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar